Jauh sebelum peta dunia terbentang seperti yang kita kenal kini, sebuah drama geologis dahsyat mengubah lanskap benua Australia dan kepulauan Indonesia. Di tengah dinginnya Zaman Es yang membekukan sebagian besar bumi, lautan yang memisahkan kedua wilayah ini menyusut, menciptakan jembatan darat yang menghubungkan mereka dalam pelukan purba.
Kala itu, perairan yang kini dikenal sebagai Laut Timor dan Laut Arafura jauh lebih dangkal dan sempit. Australia, dengan daratannya yang luas, tak lagi berdiri sendiri. Ia menyatu dengan gugusan pulau di Irian dan Papua Nugini, membentuk sebuah benua raksasa yang oleh para ahli geografi kemudian dinamai Sahul.
Bayangkanlah, perjalanan darat dari ujung barat Indonesia hingga ke jantung Australia mungkin saja dilakukan tanpa harus menyeberangi lautan luas. Kedekatan fisik ini tentu membuka peluang interaksi yang lebih intens antara flora, fauna, dan bahkan mungkin manusia purba yang mendiami kedua wilayah tersebut.
Namun, kemesraan benua Sahul tak berlangsung abadi. Sekitar 10.000 tahun silam, Zaman Es mulai mereda. Suhu bumi perlahan menghangat, dan es yang mencair kembali mengisi lautan. Jembatan darat purba itu pun perlahan tenggelam, terendam di bawah gelombang Laut Arafura dan Laut Timor yang semakin melebar.
Kendati terpisah oleh lautan yang kembali menganga, jejak-jejak hubungan kuno antara Indonesia dan Australia tak sepenuhnya hilang. Ribuan tahun kemudian, sekitar 4.000 tahun yang lalu, seekor pendatang misterius muncul di tanah Australia: Dingo, sang anjing hutan yang gagah berani.
Kehadiran Dingo di Australia menimbulkan teka-teki. Penelitian menunjukkan kemiripan genetik yang mencolok antara Dingo dan Ajak, anjing hutan yang masih berkeliaran di belantara Indonesia. Dugaan kuat pun muncul: Dingo dibawa ke Australia oleh manusia yang datang dari utara, kemungkinan besar dari Indonesia.
Baca: Ada Madura di Australia
Kisah tentang para pendatang dari utara ini bahkan terukir dalam tradisi lisan suku Yirrkala di Tanah Arnhem, Australia. Mereka menuturkan legenda tentang suku Baiini, bangsa pelaut ulung yang tiba jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa.
Konon, suku Baiini datang menggunakan perahu layar bersama keluarga mereka. Mereka membangun permukiman di sepanjang pantai, mendirikan rumah-rumah kokoh dari batu dan kayu. Yang lebih menarik, mereka membawa serta pengetahuan bercocok tanam padi, yang mereka sebut "luda," dan keahlian menenun kain berwarna cerah yang dikenal sebagai "jalajal," serta menggunakan sarung berwarna-warni.
Namun, kisah suku Baiini berakhir misterius. Menurut legenda, mereka akhirnya meninggalkan Australia, berlayar kembali ke utara, meninggalkan tanaman padi yang sempat mereka tanam. Kini, di wilayah tersebut tumbuh sejenis rumput yang diyakini sebagai keturunan padi Baiini, dan dimanfaatkan sebagai makanan oleh bangsa Aborijin.
Kisah tentang suku Baiini yang diturunkan dari mulut ke mulut ini menyimpan misteri yang belum terpecahkan. Apakah ini sekadar dongeng belaka, ataukah menyimpan jejak sejarah nyata tentang interaksi purba antara manusia dari Indonesia dan Australia?
Terlepas dari kebenaran kisah Baiini, perkembangan perahu kano menjadi perahu layar membuka babak baru dalam sejarah hubungan maritim antara kedua wilayah. Kemampuan mengarungi lautan dengan layar tentu mempermudah perjalanan dan pertukaran budaya.
Angin monsun pun memainkan peran penting dalam memfasilitasi pelayaran. Angin monsun barat laut yang bertiup dari Indonesia ke Australia menjadi jalur transportasi alami. Dan ketika musim berganti, angin monsun tenggara memberikan kesempatan untuk berlayar kembali ke utara.
Jejak-jejak Zaman Es dan kisah-kisah purba ini menjadi saksi bisu tentang hubungan yang lebih erat antara Indonesia dan Australia di masa lalu. Meskipun kini terpisah oleh lautan, warisan kedekatan purba itu mungkin masih tersembunyi dalam genetik flora dan fauna, serta dalam cerita-cerita yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sebuah pengingat bahwa batas-batas geografis modern tidak selalu mencerminkan jalinan sejarah yang panjang dan kompleks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar